Susahnya Belajar jadi Orang Baik
Iyak! Judul di atas itu beneran. Cuma biar belajar makin jadi pribadi yang lebih baik dan lebih ‘lurus’ pun, akan tetap ada orang yang senang mengaitkan dengan masa lalu kita, yang mungkin saja itu aib atau kesalahan atau khilaf -apapun namanya- yang pernah kita lakukan.
Orang tersebut bisa jadi keluarga kita, teman baik kita, atau bahkan bisa jadi orang yang hanya mengenal dan menilai kita dari tampak luar, lebih parah lagi orang yang hanya mengenal kita dari ‘katanya’ si anu dan si itu.
Beberapa waktu lalu -yang jelas udah lama banget kejadiannya-, lets say aku mengenal X sebagai orang yang keren luar biasa, di mataku tentunya. Prestasinya yang menginternasional, pergaulannya, dll. Sampai suatu waktu dalam satu agenda aku bertemu dengan Y yang ternyata sealmamater dengan X ini. Jelas donk, aku yang emang seneng banget kalo denger cerita orang sukses langsung nanya dengan antusias, “Wah.. Kenal kaka X donk?” Dan jawaban Y itu yang di luar perkiraan. Alih-alih menjawab iya atau apalah, Y ini malah membahas aib X yang terlalu pribadi menurutku. Aku cuma bisa diem aja, ga berani mengiyakan atau menentang. Selain karena aku ga terlalu kenal dengan X, usia Y ini terbilang sangat senior dan terpaut lumayan lah jarak usianya denganku. Jadi aku ga bisa komentar apa-apa.
Apa aku langsung ilfil sama X? Justru tidak. Sikapku ke X tetap sama. Aku mengagumi cara beliau berkontribusi buat Indonesia. Yang justru bikin aku ilfil adalah Y itu sendiri. Terlepas apakah yang dikatakannya benar (yang berarti ghibah) atau hanya prasangka (yang berarti fitnah), imej Y runtuh total di mataku. Tetap aja loh, itu aib orang lain. Dan saat diceritakan dengan nada tak suka, kenapa aku malah ga nyaman ya karena harus terpaksa mendengarkan ceritanya saat itu. Buatku ya, kalo kita kenal seseorang, tetep aja loh kalo orang tersebut dikenal baik dan keren di mata yang lain, ga perlulah pake diceritain aibnya segala. Apalagi itu ternyata sifatnya pribadi banget di mataku. Setelah beberapa lama, ternyata nyaris setiap orang yang dikenal Y ini pasti memiliki cacat sehingga aku jelas semakin sulit percaya dengan pernyataan kurang baiknya dia terkait X. Kalaupun benar juga, aku tetep ga suka karena dari segitu banyaknya hal baik yang dilakuin X, kenapa justru satu kesalahan dan aib itu yang Y ceritakan ke aku? Kan gak banget. Yang jelas, satu hal kuambil, bahkan hal-hal yang baik yang dilakuin X itupun dan banyak mengundang decak kagum, tetap saja ada orang yang lebih suka melihat dari sisi negatifnya dan malah menyebarkan aib pribadi yang entah benar atau salah itu.
Dan emang bener ya. Buat jadi orang yang lebih baik itu susah banget. Bahkan saat kita sudah berniat dan berusaha mati-matian banget biar bisa kembali lagi ke hal-hal yang lebih baik, selalu ada orang yang dengan sengaja mengungkit aib atau kesalahan kita di masa lalu, selalu ada orang yang tidak terima atau percaya kalau kita berusaha banget buat berubah tanpa adanya maksud tertentu selain emang pengen insaf, selalu ada orang yang dengan sengaja menyindir tajam, mencaci maki hanya karena tak suka melihat kita berubah, alih-alih bertanya baik-baik mengapa ingin berubah. Selalu ada.
Dan apakah orang yang bereaksi negatif itu hanya orang ‘luar’? Bisa jadi. Kadang ada yang menanggapi negatif itu justru orang yang hanya mengenal katanya dan katanya dalam artian tidak mengenal langsung. Atau kalaupun kenal juga hanya sebatas kenal. Yang paling parah jika orang yang bereaksi seperti itu adalah orang yang sebelumnya pernah dekat dengan kita. Sedih? Iya lah pasti. Meski kalau buatku sih semakin kesini semakin sedikit. Hanya sebatas sedih karena masih saja diingatkan dengan kesalahan yang bahkan orang tersebut ga pernah tau kalo kita menyesal banget dengan hal itu.
Ah, jadi ingat satu materi kajian i’tikaf di ramadhan tahun lalu. Tentang penjagaan aib. Saat sang ustazah mengingatkan dengan lembut tentang dosa dan khilaf yang pernah kita lakukan, tentang taubat dan korelasinya sama penjagaan aib di masa lalu oleh Allah. Masih ingat saat ustazah tersebut bilang, Allah itu Maha penjaga aib setiap orang. Jadi, saat ada satu aib menyebar, itu pasti karena orang itu sendiri atau orang lain yang menyebarkannya.
Ingat kisah Zulaikha dan Nabi Yusuf? Allah bahkan tidak pernah menyebutkan nama Zulaikha di tiap ayat Al Quran. Karena Allah tau, Zulaikha akhirnya memang menyesal melakukannya, bertaubat nasuha, dan Allah memilih menjaga aib yang telah dilakukannya. Saat kita tau, kalau yang pernah menggoda Nabi Yusuf bernama Zulaikha, itulah dia peran lidahnya orang yang tak bertulang. Diceritakan para bangsawan yang mengetahuinya, lalu turun temurun, dan kemudian hari nama Zulaikha pun melekat dalam ingatan kita.
Lalu kenapa tiba-tiba posting ini? Karena sedih. Hahaha. Dua hari berturut-turut diingatkan dua orang yang berbeda akan dua kesalahan berbeda yang pernah terjadi di masa lalu. Lucunya, kedua orang tersebut hanya tau dari luarnya saja. Kalau hari ini cuma sebatas diledek sih, jadi biasa aja. Cuma ya jadi kepikiran aja, ternyata saat kita belajar buat berubah pun dan belajar mati-matian buat jadi orang baik (dan itu masih amat sulit karena sampai saat inipun masih merasa belum jadi orang bener), selalu ada orang lain yang lebih suka mengungkit kesalahan yang kita lakukan di masa lalu. Orang tersebut bahkan tidak pernah tau kalo kita menyesal banget dan pernah nangis minta maaf ke Allah tiap malam beberapa tahun lalu. Masa iya sih harus dikoar-koar? Kalau Allah berusaha menjaga aib atau khilaf yang pernah kita lakuin, kenapa bahkan penyesalan itu pun harus keluar dari lisan kita kan? Lalu jadi kepikiran, apa jangan-jangan taubatku memang belum benar ya di mata Allah.
Tapi ah sudahlah. Seperti kata seseorang: setiap dari kita selalu punya kesalahan yang bisa jadi terus menerus kita sesali. Dan menyedihkannya, justru malah hanya kesalahan itulah yang seringkali diingat orang lain. Biarkan Allah saja yang mengatur semua takdir kita. Tugas kita cuma berusaha belajar jadi orang baik di mataNya, bukan sekedar di mata manusia.Yang jelas buatku, aku mengerti betapa tidak enaknya kalo kesalahan masa lalu yang selalu kita sesali diungkit orang lain, maka aku memilih belajar lebih baik lagi buat ga usah mengungkit kesalahan orang lain, apalagi kalau aku tau orang lain itu menyesali kesalahan yang pernah dia lakukan.
Keep fight Fiya. Kesalahan di masa lalu, biarkan Allah yang mengaturnya. Ayo, ramadhan kali ini harus lebih banyak lagi mengubah sisi karaktermu yang masih ada negatifnya. Fokus saja sama banyakin doa biar saat di akhirat pun Allah akan tetap menjaga lembaran aib kita buat ga dikasih liat depan semua orang di padang mahsyar nanti kaya kata ustazahnya. Bismillah
.
by : http://sitilutfiyahazizah.wordpress.com/2014/07/21/susahnya-belajar-jadi-orang-baik-2/#more-2160